Monday, April 30, 2012

MEMBACA KENANGAN

PADA SEBUAH KOTA 

datanglah wahai 
beri aku puisi 
malam ini kangenku jadi kabut 
berkumpul di luar jendela hotel 
pada sebuah kota, 

Makassar, Juni 2010 




SAYANGKU! 


sayangku, sayangku! 
hati menjelma burung pagi tadi 
sayapnya luruh satu satu 
saat menemu kau diam di atas gelombang 





KEKASIH, KEKASIH 


kekasih, kekasih! 
untuk apa kau bawa rindu lagi? 
pada wajahmu yang kelabu aku lalu menjadi sepasang pengantin tua yang kesepian, tinggal menunggu waktu 

terkubur pada cinta yang layu 




POHON DAN KEMBANG SEPATU 


aku berjalan di antara rindu dan sepi yang gigil, 
menjadikan bayang wajahnya adalah waktu yang tak sempurna untuk kusinggahi 
maka sekali lagi kubiarkan pohon dan kembang sepatu tumbuh di dadaku.. 


Bintaro, 2010 

PEREMPUAN INI







siang malam menunggu kekasihnya
mencoba menjadi angin, menjadi matahari
mengembara di tiap lekuk tubuh yang bukan laki- lakinya
mencari aroma yang dulu memabukkan

perempuan ini,
sangsai dilamun rindu
setia menyimpan api di liang tubuhnya
mimpi membakar hasrat cinta hingga debu
seperti saat gelap memasukinya, menelan segala kutukan menjadi abadi,
doa- doa yang tak butuh diucapkan

perempuan ini,
bermimpi menjadi rinai di tubuh laki- lakinya,
yang pernah berkali- kali menjadikannya gurun sepi

perempuan ini,
bermimpi menjadi samudra, perahu layar bagi lelakinya
bermimpi menjadi desir ombak, gelombang pasang berbulan- bulan
meniadakan daratan baginya

sebab tak perlu ada yang membawakannya lentera 
jalan pulang adalah tubuhnya, 
rumah bagi kelaminnya yang sepi..



Jakarta, 14102011 

JARAK & RINDU

Jarak hanya rindu yang tak tiba tepat hati 
Matahari, pagi dan sepi masih terasa seperti puisi yang sedih dan kehilangan arah tuju 
Kepedihan berderap memasuki senja 
Menetap di dadamu bagai dingin di musim hujan 

Betapa deras rinainya di luar kian cemaskan sepiku.. 

Juni, 2011 

SUDDENLY


suddenly, suddenly I 'm thingking about you in this hospital
do you still here?
I'm sorry couldn't keep my promise
Instead don't want to
But let it be, as before we drown in the life of each
You are happy and I sorrow it self
Need a lot of longing to meet,
Despite the distance separating it
But I'm hoping we still together in any condition
Like my longing always go on to your's




bbp, 26122010


LETTER FOR MARC ANTHONY


Coz 'you sang to me'

Dari sini diam- diam aku memandang wajahmu. Malam terasa lebih kelam dari biasa. Suara angin mati dan yang berdesir hanya ingatan di kepala. Sepi berjejalan dengan rindu, memaksa untuk percaya, betapa ketika suaramu menjadi semacam melodi, aku tak pernah seriang itu. It was.

Terasa kian getas sendiri ini ketika gesekan daun di batang pohon hanya terdengar dari hati. Dan setiap lagu- lagu yang terdengar itu benar, pelan- pelan sepi membuka kesedihan, sedalam matamu, sebanyak kenangan yang terucap. Namun tak cukup membuatmu tinggal lebih lama. How come you not thinking of me.

Aku mencintaimu lebih dalam dari ukuran hati itu sendiri. Dan pernahkah kau mengukur kedalaman hatimu ketika kehilangan tiba- tiba memaksa masuk di sana.

me, your poem

July, 2011

HOPE


every morning i want you to hold my hand
we woke up with a full happy
two cups of coffee are also some what chocolate bread
we listened to the television news today
but it is not possible, right?
because we've got to own life

did i already say if you had a wistful eye
when restless so disturbed
i feel safe there and
still keep some of your kiss
when we are very close, when we're into

every morning i want you to be my light
such as outside the soothing dew grass and
you still love me
never end..



bbp, 13122010

MISSING YOU

Ketika aku rindu kau, aku menulis puisi di kamar, sendiri. kuputar televisi lalu kumatikan lagi ketika di situ hanya ada sinetron dan berita. Aku muak dengan sandiwara- sandiwara begitu. Politik dan berita kriminal juga membuatku tak nyaman.

Ketika aku rindu kau, kubuka mp 3 di ponsel lalu kucari lagu yang paling menggambarkan suasana hati. Mirai e dari Jepang atau You Are The One nya Chris Cuevas? Ah, tak masalah tentang itu. Aku suka keduanya. Perasaan sedih dan menunggu kian kental menggaruk garuk hati. Tapi apa yang kutunggu? Tak ada. Tak sesiapapun.

Ketika aku rindu kau, dua jam tiga jam dan seterusnya hanya ada kau. Aku lalu berjalan keluar memandang bulan, bintang dan cahaya- cahaya yang menyala dari rumah- rumah tetangga. Sayup- sayup suara takbir menggema di sekelilingku. Udara semakin dingin, angin lewat di helai- helai daun, rumput dan kecamuk rindu kian matang.

Ketika aku rindu kau, ah, alangkah sepinya kita. Aku merasa seperti di tengah danau, perahuku diam dengan bayangannya. Kiroro Mirai e lalu kusetting repeat dengan bahagia. Ternyata aku lebih menyukai lagu itu. Tidak ingin kupahami makna kata- katanya, aku hanya merasa kau begitu dekat ketika menikmatinya. 

Dan kau, ini puisiku. Aku cuma rindu. Dan ini puisi rindu untukmu. Begitu sederhana, begitu sederhananya.
Tapi mengapa kau pergi..


des, 2010

AKU MENULIS PUISI DIIRINGI LAGU UNGU TERBARU


Hujan menderas di jl. KH Ahmad Dahlan. Mobil datang dari segala arah dengan tujuan entah. Senja jatuh di lanskap gedung gedung dan jajaran palem, menggayut sepi pada hijaunya yang daun.
Aku mengingat sepi ini, seperti sepi sepi yang pernah kau kirim lewat puisi. Begitu banyak kalimat tentang kekosongan yang menuduhku menyimpan hujan. Tapi bukankah hujan adalah sepi yang dikirim Tuhan untuk kita?
Aku menemukan kemacetan di mana mana saat hujan turun. Dengan begitu aku jadi punya waktu lebih untuk mengingatmu di antara titik titik hujan ini. Tahukah kau jika tatapanmu terkadang membuat hatiku tiba tiba mendung? Itu dulu. Tapi itu dulu. Dan di senja ini kutemukan kembali bayangmu di antara hujan, jalan KH Ahmad Dahlan dan kemacetan kota.
Meski kita pernah membangun sejarah berulang ulang di sebuah rumah hijau, engkau tetaplah sahabat terbaik. Atau mantan terindah? Ah, itu hanya judul sebuah lagu. Hehe Aku masih di Jakarta menuju jalan ke arah pulang. Kau dimana?
Antara adzan dan iqomat pintalah doa, katamu. Dan disinilah aku, dari sebuah cahaya kuning yang mengkedip kedip, menghujamkan doa doa untuk segala kehampaan. Aku juga mendoakanmu, semoga tak dihujani sepi yang mengiris.

Tapi begini saja kita, biar kau slalu menjadi ingatan paling santun yang pernah kukenal, paling romantis mendebarkan jantungku beberapa malam, maka kusejajarkan sepi dengan kepahitan agar selalu ingat pernah bahagia bersamamu.


OTW , 18112010

INI BUKAN PUISI


Ini bukan puisi. Hanya sekumpulan kata kata yang selalu mendesak keluar untuk dituliskan saat pagi belumlah datang. Ini bukan puisi, hanya isi hati yang perlu diterjemahkan ke dalam bahasa yang baik. Ini sungguh bukan puisi karena menuliskannya pun dengan kesedihan paling tajam, air mata yang tak bisa dibandingkan dengan aliran sungai pasanggrahan ketika hujan turun deras sekali. Tidak begitu deras hanya saja setiap tetesnya mampu membuat sebuah lubang begitu luas menganga.
Ini bukan puisi. Sungguh! Hanya sebuah luka yang tak pernah terbaca, hanya sebuah duka ketika sedari subuh hingga pagi kembali lagi rindu berulang menjadi sebongkah batu, menggelinding jauh entah kemana. Bagai bola salju, yang mata hidung dan bibirnya ada karena kau begitu tak peduli membaca hati. Bisakah cinta membuat buta lalu mati seperti kesepian yang tajam membelah jantung?
Ah, duka masih terlalu pagi untuk mengganggu rutinitas harian. Bukan begitu, sayangku..



28/10/2010

GAMBIR DALAM KENANGAN




Kereta~ kereta datang dan pergi
Gemuruhnya mengalahkan sepi 
Di peron satu aku menunggu engkau 
Di bangku besi yang dingin 
Suara roda kereta teredam debarku sendiri

Menulis puisi tak dapat mengusir penat yang tumbuh perlahan
Merayap dari bangku dan dada orang orang yang betah menunggu
Aku terkesiap ketika subuh datang menjelang
Lampu lampu dipadamkan
Cahaya di hatiku ikutan padam
Ternyata tak satu kereta datang mengantarmu kepadaku
Segelintir penjemput menatap jemu
Keningku yang penat
Ataukah rindu yang tak mampu membawamu datang
Oh..

Betapa selama ini telah lama kau lupakan
Aku bisa kehilangan kata kata 
Dan dadaku tak seluas laut untuk menyimpan kesedihan
Aku tersendiri lagi
Mencoba belajar menggugurkan pengap 
Oleh kehilangan
Engkau


Nov 2010

SAJAK INI


Sajak ini datang bukan dari kehampaan, sajak ini lahir ketika sebuah rindu sekarat, memilih jalannya sendiri menujumu. Sajak ini tidak secengeng air mata, kebeningan yang kau paksa pecah di bola mataku. Sajak ini adalah imajinasi yang lahir dari bayanganbayangan air sungai, matahari dan matamu.

Aku tersandung pada ranum pipimu yang tak sempat kutemui saat cahaya begitu redup. Apakah kau yang memilih bintang untuk memadamkan siang di hatiku? Ah kau! bagai ingatan yang samar bertahan di kepala, serupa lebam di kulit bekas gigitan, perih.

Oh lihatlah! Bahkan matahari membuat langit mengirim hujan dengan pola pola yang pedih di wajahku, dan aku sesunggukan di rerimbun perdu. Menangisi jejak waktu yang lalu membuatku tersesat, wajahmu tak lagi mengapung di jantungku!

bbp, 20/09/2010

KEMBALI


: Susy Ayu


Tiga pagi, sebuah kota dan beberapa candi sudah jadi saksi. Kita berjalan dari nol kilometer, menyimpan amarah di pagar Keraton, menonton sebuah panggung musik terbuka sedang dibangun, mencari kehangatan pada gerai rambut sewarna jagung anakanak wisatawan asing, menikmati musik dan tari yang gempita pada malam ke dua, mencintai sunset penuh seluruh di Parang Tritis, menitip jejak di benteng Vredeburg lalu menuntaskan rindu sepanjang Malioboro. Dan ya, cumbu cumbu di sosrowijayan kini tak lagi menjadi prioritas ritual ingatan sebelum tidur. Sudah. Cuma itu. Maka pergilah kenangan dan jangan lagi usik ingatanku. Aku ingin menjadi riang!

bbp, 19112010




*  kenangan biarlah tetap menjadi kenangan.

mari kita:

Menjahit setiap perbedaan, mengunting masalalu, merenda kekinian, membungkus kepahitan, menambal kegetiran, membordir kerinduan hingga menyatukannya menjadi lembaran-lembaran keindahan. (kwek li na)








 kuminta kau menyimpan kisah ini dlm pigura..seberapapun pedihnya kelak kita akan bisa tertawa ketika menyebutnya berulang ulang, sesering yg kita mau...tidak lagi jd sebuah kisah kepedihan namun akan kita kenang sebagai bunga-bunga perjalanan usia. (susy ayu)

HANYA SEMUSIM

hanya semusim di pelukmu 
yang tersisa kini tawa yang hilang di balik lagu lagu sentimentil, denting gelas kosong, derit roda ingatan yang mengabur di ujung kabut, 
kabin taxi yang dingin, sepanjang jalan penuh kenangan dan derasnya hujan 
kita menjadi sepasang rindu yang kian tenggelam dalam laju waktu. 
ngambang didera pengkhianatan dan keputusasaan
kesetiaan tak lebih kosong dari hampa yang kau pelihara
dan memaksaku menelannya seolah itu permen bebas gula yang mahalnya minta ampun
engkau, padamkan rinduku di baris baris puisimu


bbp, 12122010

KABAR HATIKU


hujan pupus, senja mengapung dan kereta angin itu tak datang sekedar membawa kabar dingin dari tubuhnya.
di sini matahari telah mengepak cahayanya menjadi setipis sisa hujan : telah kusimpan sebagai kabar hatiku yang membaik
dan kepadamu wahai! ngatanku seperti seekor serangga yang terbang mendengung dalam tabung kaca, 
mencoba mencari jalan untuk keluar namun tetap tidak untuk menyakitimu. 
tapi jangan memandangku seperti tawanan karena engkau 
telah menawanku dan dalam tabung kaca ini aku yang tidak pernah ingin berhenti mencintaimu



BBP, Agustus 2010

NOVEMBER

Ini november hari ketiga. Ada hujan yang tibatiba jatuh menimpa atap kaca di rumah mimpiku. Disana arusnya menggilas tanpa ampun dengan bulir bulir yang pecah tepat di jantung. Semua menjadi terasa kebas dan mati. Buta tuli kemudian mulai menggerayangi hatiku. Dan itu keinginan yang terus menerus menyalahkan kesepian.Tapi tak ada yang ingin dikalahkan. Tidak kau, tidak juga sunyi yang bgitu nyala di sini
Ini hari ke tiga di bulan november dan kau masih menjadi semacam ingatan yang terus mengapung, menyumbat segala lorong di kepala, seperti lemak darah yang menggumpal lalu pecah menelusupi otak. Aku jadi tak bisa berpikir jernih bahwa betapa dirimu sudah menjadi rutinitas keseharian untuk dikenang, menjadikan perjalanan rindu ini begitu pilu

Ini hari ketiga di bulan November sayang. Dan aku begitu tersesat dalam kesunyian yang kita bangun. Sungguh, bagai sebuah gurun yang tibatiba ditumbuhi mata air, aku kuyup dilanda rindu 



03112010

ARABELA

duduk di atas kuda poni, Arabela menunggu hingga senja menjadi kabut
surai surai coklat berkibas mengurai musim semi 
sudah tujuh kemuning dan wangi rhododendrom menyerbu
namun di persimpangan tak kunjung derap itu terdengar
Berjanji membawa selusin mawar putih 

Portico mulai temaram, Colonnaes masih menyimpan sepi dan dingin. Kabut kembali datang dengan sejumlah rindu
Sudah tujuh senja, tujuh kemuning dan banyak wangi rhododendrom
Tak ada kabar
Gemerisik angin menyisiri kecemasannya

Arabela, aku membaca kesedihanmu. Prunella biru mu mulai lembab oleh kesenyapan daun daun. kemarilah, biar ku temani menyusun sepi dan berapa senja yang akan kau lewati. sungguhpun demikian, inilah waktu yang kita sebut dengan kesedihan. keping kepingnya bagai tawa yang dipecahkan musim
Tapi ini bukan nasib buruk, kataku..



Bbp, 15122010 

* Portico: teras menuju pintu masuk sebuah bangunan
* Colonnaes: deretan pilar pada sebuah bangunan
* Prunella, sepatu dari woll

BERSAMAMU

Rona- rona langit, pekik camar dan aroma laut
Arak- arakan awan bergerak menuju jauh
Ini senja yang kesekian bersamamu
Dalam langkah kita setia menepikan rindu
Bercerita tentang karang dan ombak yang mendebur serupa hatiku 
Buihnya lekat di pasir dan batu- batu

Perahu- perahu di kejauhan, nelayan menjala ikan
Kita berjejalan mencari kehangatan dalam puisi 
Anak- anak bermain bola
Penjaja makanan sibuk melayani pelanggan
Gemuruh menyepi, gelombang terus berkejaran 
Ada kenangan yang ingin dirayakan 

Langit merona senja, burung- burung kembali ke sarang
Kita masih bertanya- tanya tentang sunset
Sibuk mencatat keindahan dan resah yang selalu datang
Sedang aku masih terjaga pada satu titik, matamu yang puisi 
Dan indahnya Pangandaran setiap waktu
Tapi orang- orang bergegas kembali
Pulang 
Kita?
Aku ingin jadi ombak, melaut padamu




2011

Saturday, April 28, 2012

PULANG


Dan ketika melewati gerbang itu, selalu ada kekosongan yang tiba tiba nyangkut di jantung, kekosongan yang sama ketika air meluap menghanyutkan segala jauh ke hilir. tak ada yang tersisa tak satu jejak tertinggal kecuali sunyi yang menjadi bayang bayang

Setiap melewati daun jendela itu, aku merasa anginlah yang mendetakkan haruku menjadi sebuah bait yang berulang ulang mengingatkan tentang pulang, pulang ke dalam kehampaan yang setelah liangnya ditinggalkan akan kembali menggali liang baru, kekosongan lalu menganga lebih dalam

Dan ya! Ketika pulang, kita terpisah hingga yang tersisa hanya rindu yang kembali datang. datang dan terus datang membuat kecemasan memasuki palung terdalam


29/09/2010

UNTUK SEBUAH NAMA


Berusahalah agar kenangan kita tidak ditumbuhi jamur dan rayap. Karena waktu tak pernah siap menjadikanku koki yang piawai memasak duka menjadi santapan lezat. Nanti hanya ada rindu yang getir dan masam. Lalu bibir bibir kita tak akan mampu lagi saling memagut.

Berusahalah jangan sampai jendela dan pintu terbuka pada akhirnya tertutup karena di luar hujan selalu menderas, mengusik matahari. Sedangkan lembab bagi jiwaku adalah musim yang tak pernah mati menepis hari menjadi kenangan. Lalu jari jari nakal yang mengukir keengganan untuk berpisah itu hanya akan membuat kita mendegut ludah berulang- ulang. Kepengen? Tentu saja, sayang!

Kau lihat, aku terlalu tegang saat orang- orang berteriak, bahwa akan selalu tumbuh sajak sajak liar dari tubuhmu yang siap menghujam seluruhku. Dan kau tahu, itulah yang kumau. Sebab bertubi- tubi rasa sakit hanyalah ketika membayang- bayangi sesuatu di balik celanamu ada yang tumbuh dan mengeras seperti batu, namun karena khilaf yang malu, aku berada di seberang ranjang yang bukan punya kita. Sungguh, mempertahankan rasa ingin menggumuli sajak di matamu yang luar biasa itu adalah sebuah kedunguan tak terampuni.

Kekasih, aku selalu takut kau tiba- tiba pergi. Aku bahkan ingin membuat sebuah pengakuan, ayolah, biar aku saja yang mati duluan! Bahkan dadapun tak punya anti cemburu lagi. Apakah dengan ini kau akan baik baik saja atau kita hanya akan menjadi penonton Vampir yang murung?


BBP, 03/07/2010

SUATU HARI

Di luar sore muram sekali. Hujan tak berhenti turun. Sebuah bed dan nakas diam ketika kita berpelukan. Panjang dan lama. Tak ada suara, satu-satu daun gugur. Hanya pendingin ruang yang setia mendengungkan sepi. Tungkai- tungkai saling mengikat. Selembar handuk termangu di lengan kursi. Reda setelah embun yang menempel di bibirmu pelan- pelan cair di mulutku. 
Kita simpan rindu di bantal- bantal. Dari wastafel kamar mandi, bergulungan tisue jatuh di kaki tempat tidur. 
Bergelungan kita menanti malam datang. Menghabiskan mimpi lalu pulang. Pulang ke rumah. 



21122011 

MELUPAKANMU




Kita adalah perjalanan nasib setelah bertahun tahun berbagi kesedihan dan keinginan yang tak kunjung terwujud. Akhirnya aku di sini masih bersama sepi sementara di sana kau selalu dalam kesendirian, membabi buta mencoba melupakanku. Jarak kita tergenang rindu, keputus asaan dan air mata, meski diam diam kau simpan itu di balik keriuhan, kepadatan waktu dan harapan
Akhirnya, kita hanya bisa menelan kegetiran dari musim ini kemusim berikutnya tanpa mata dan keinginan seperti bertahun tahun lalu ketika hujan dan kemarau kita simpulkan dalam sebuah ciuman panjang dan ketelanjangan yang mendekatkan kita pada sebuah keterasingan pemikiran, duniaku bukan duniamu

DI CHINA TOWN

aroma rempah dari tubuhnya jatuh di wajahku
polkadotku nyangkut di langkahmu
di China Town kita berjalan sumringah
ada wajah wajah asia, 
teh Inggris, gingseng di dalam toples, 
sutra merah jambu melambai dari gerai di sepanjang jalan,
kuaran asap bebek Peking di kedai A Hiong dan
sekelumit hasrat yang ingin dipadamkan jatuh pada matanya
kali ini pria India itu salah memanggil namaku
how come


S'pore, 26/10/2009