apa
kabar, Fa? bagaimana cerita tentang daun- daun di hatimu? masih sehijau
harapanmu, kah?
semoga Tuhan mendengar setiap doa yang kita tanam pada
matahari, bulan, bintang dan sungai- sungai itu.
dan di mana pun berada kuharap kau selalu dalam keadaan baik- baik saja.
kau
tahu, keinginan untuk bertemu membuatku berkali- kali masuk ke dalam
kenangan kita, mencoba memanggilmu dari sana dengan segala upaya. bahkan
tubuhku menjelma buku- buku yang ingin kau tulisi.
maka selalu
kutumbuhkan harapan, kedatanganmu yang disisipi rindu bertahun- tahun
itu.
mungkin Tuhan tidak berkenan mempertemukan kita lagi ya, jika
selalu saja akhir dari perpisahan itu ada duka yang begitu panjang
& lama. belum lagi sepi yang hadir, ketika menatap bayang hutan dan samudra dalam matamu itu..
sesungguhnya
Fa, telah lama kau penjarai aku. dalam hitam putihnya hidupmu, dalam
perjalananmu yang kerap kali menjatuhkanku ke dalam sepi berhari- hari.
dan waktu berhari- hari itu telah menjelma tahun. kita bahkan telah
membangun berpuluh kenangan dengan yang lain selama itu.
musim-
musim pun telah lama bergantian datang & pergi, membuatku limbung
hanya dengan menyebut namamu. dan tetap saja hanya ada namamu..
" I
remember all those crazy things you said
you left them running through
my head
You are always there
you are everywhere
But right now I wish
you were here.. "
(Avril Lavigne)
I wish you were here.
berapa
lama kita tak bertemu? dua, tiga atau empat tahun?
semenjak kau tak
ada, aku tak lagi menghitung berapa lama waktu bergulir. semua hari
terasa sama, kosong. bagai robot perempuan yang kemayu, hidupku ternyata
tak lebih baik dari itu.
seperti kanvas putih yang ditinggalkan pelukisnya, berbaring di sudut sembari menunggu matahari terbenam dan pagi datang lagi..
bila
malam tiba Fa, saat lampu- lampu dinyalakan dan orang- orang berebut
pulang ke rumah, aku masuk dalam perasaan yang karib dengan kesepian,
kegalauan yang umum, kerapkali ini kusebut rindu. kangen yang begitu
nggigit. rasanya benar- benar tak nyaman.
dan sekian lama
menunggumu aku dihinggapi beberapa penyakit. punggung yang letih ketika
berjalan jauh dan kadar gula dalam darah lumayan tinggi. kurasa aku kena
diabetes dan radang sendi. juga sakit kepala dan mual yang sesekali
datang ketika pekerjaan membuatku lupa waktu.
tapi kunikmati semua
seraya berharap, suatu hari nanti kau tahu, memikirkanmu pun aku kadang
dihantam sakit dan perih- perih kekasih yang ditinggal pergi.
lalu
mereka akhirnya memanggilku perempuan tua hanya karena beberapa helai
uban nampak menyembul dari lebat rambutku di atas telinga dan keluh
saban hari.
barangkali di sana kau juga mulai menua? di ujung ke
dua matamu beberapa lipatan kecil yang lucu dan dulu sering kukecup
masih teringat jelas. dan aku selalu membayangkan senyummu itu, masihkah
dapat menjatuhkan hati para kekasihmu, membuatku tetap cemburu di usia
segini?
namun aku percaya, sesuatu dalam dirimu akan selalu meledak- ledak ketika mengingatku, sama seperti di sini ketika mengingatmu.
tak
banyak yang kuharap selain rinduku menemukan tempatnya di hatimu Fa.
namun semoga, ketika pada akhirnya Tuhan bermaksud mempertemukan lagi,
kuharap kita tak dikalahkan waktu itu sendiri.
dan beginilah Fa,
usiaku yang rajin menekur jalan kepadamu, kerap menghirup kenangan dari
tawa kita, mengendapkan seribu lara yang terbangun dari tahun- tahun
lewat karena begitu lamanya kusimpan keinginan untuk sekedar memandang
wajahmu, menggeliat di atas lingkar hitam keningmu karena memikirkan yang
lain, duduk dan menatap masa depan di sepanjang urat kayu pada bangku
depan gedung megah itu, ketika Jakarta bagai pasar malam, meriah dengan
lampu- lampu juga iklan bilboard di jalan protokol.
tak banyak
yang dapat kutuliskan untukmu Fa. hanya berkabar tentang rindu &
waktu yang begitu getah menyimpanmu entah di belahan mana.
namun
sekaligus terasa sangat bodoh dan menyedihkan ketika aku hanya bisa
menuliskan surat untukmu sementara orang- orang bertemu, memandang wajah
kekasihnya penuh kangen.
If tomorrow never comes, you should know how much I need you..
usia kita
mengalir masih serupa perjalanan, Fa.
namun tak rela kulepas senyum untuk
kehilangan ini, kenangan bagi yang gagal mendiami jantungku.
Kau.
Jakarta, 2013
(Elena)