Monday, April 30, 2012

AKU MENULIS PUISI DIIRINGI LAGU UNGU TERBARU


Hujan menderas di jl. KH Ahmad Dahlan. Mobil datang dari segala arah dengan tujuan entah. Senja jatuh di lanskap gedung gedung dan jajaran palem, menggayut sepi pada hijaunya yang daun.
Aku mengingat sepi ini, seperti sepi sepi yang pernah kau kirim lewat puisi. Begitu banyak kalimat tentang kekosongan yang menuduhku menyimpan hujan. Tapi bukankah hujan adalah sepi yang dikirim Tuhan untuk kita?
Aku menemukan kemacetan di mana mana saat hujan turun. Dengan begitu aku jadi punya waktu lebih untuk mengingatmu di antara titik titik hujan ini. Tahukah kau jika tatapanmu terkadang membuat hatiku tiba tiba mendung? Itu dulu. Tapi itu dulu. Dan di senja ini kutemukan kembali bayangmu di antara hujan, jalan KH Ahmad Dahlan dan kemacetan kota.
Meski kita pernah membangun sejarah berulang ulang di sebuah rumah hijau, engkau tetaplah sahabat terbaik. Atau mantan terindah? Ah, itu hanya judul sebuah lagu. Hehe Aku masih di Jakarta menuju jalan ke arah pulang. Kau dimana?
Antara adzan dan iqomat pintalah doa, katamu. Dan disinilah aku, dari sebuah cahaya kuning yang mengkedip kedip, menghujamkan doa doa untuk segala kehampaan. Aku juga mendoakanmu, semoga tak dihujani sepi yang mengiris.

Tapi begini saja kita, biar kau slalu menjadi ingatan paling santun yang pernah kukenal, paling romantis mendebarkan jantungku beberapa malam, maka kusejajarkan sepi dengan kepahitan agar selalu ingat pernah bahagia bersamamu.


OTW , 18112010

No comments:

Post a Comment