Friday, December 7, 2012

SURAT UNTUK KAU (SEPANJANG PETTARANI)

: Tata Kay

aku berjalan menyusuri kotamu. dalam sepi yang mengendap hinggap di kalbu. gerimis masih turun. kadang menghalangi pandang, kadang menyentuh pucuk kepala. ritmis, hingga terasa magis dan aku menikmatinya bersama ingatan- ingatanku yang selalu saja menarikmu bertumpu di pikiranku.

aku berjalan pelan di kotamu. menangkap seluruh apa yang bisa kutangkap dengan mata dan hati untuk kuabadikan sebagai kenangan, kelak ketika aku pulang dan hanya berhak mengingatmu saja tanpa harus menyentuhmu lagi, semua akan membuatku kembali menertawakan ketololanku.

gerimis masih ada, betah menemani kesepian yang berdentam- dentam selama aku berjalan. dan kurasakan, sesuatu yang menarik sel- sel di seluruh tubuhku begitu kuat, menimbulkan kelelahan luar biasa setiap kali aku mengingatmu. tapi aku terus berjalan di antara gerimis, dan hari itu aku mulai menyukai rasanya. dingin, lembut seperti kau barangkali namun kini itu hal yang paling besar dan utama dalam prioritasku untuk dilupakan. bukankah seharusnya memang begitu?

kumasukkan jari- jariku yang mulai dingin dalam saku baju, mencoba menggeraikan rambut sekaligus menggeraikan kenangan yang memanggil- manggil untuk keselusuri, padahal yang sekuat tenaga ingin kuhindari. aku cuma ingin berjalan- jalan, mengingatmu sedikit namun menyimpan segalanya di benakku agar satu saat aku bisa mengingatnya dengan baik. kenangan itu, jalan ini, taxi itu, alamat ini dan hujan yang terakhir itu, saat kita berpisah. maka kukemas seluruh perasaan yang tersisa dan membuangnya hingga rasanya begitu banyak tempat yang mendadak kosong di ruang hatiku.

dan aku berbalik arah, tak mungkin datang kepadamu dengan hati yang melankolis seperti ini hingga tujuanku untuk melupakanmu terbang dibawa angin bulan desember. lalu berpatah- patah di sebelahmu, memandangmu penuh rindu sementara hatimu entah berjalan kemana. kupikir kau bukan batu atau patung namun ketika bersamamu aku merasa menjadi pematung yang sedang memandang penuh kagum pada penciptaannya. oh betapa perasaan yang pernah kupelihara untukmu ini begitu membodohkan.

aku terus berjalan dan tiba di depan rumah yang kutinggali sementara, gerimis masih turun seolah di atas sana seseorang sedang menghapus air matanya dengan tisue dan memerasnya di atas kepalaku, memandang bangunan itu dengan sedih. terbayang beberapa waktu lampau ketika kau memelukku di balik jendela kaca saat hujan menderas di luar. aku merasa cinta dan hubungan kita selalu tertinggal di dalamnya. melekat dan berserak menjadi lumut yang memagari rumah itu dari angin dan badai. pelukanmu, kata- katamu, tidakkah kau berpikir akan begitu sulit melupakan semua itu saat aku tak ingin dibebaskan dari perasaan ini? tapi kau sudah memilihkan jalan untukku, hingga saat ini yang kuinginkan cuma satu, pergi darimu dan mengkoperkan seluruh kenangan kita di dalam kotak hitam kecil itu.

begitulah. ketika tiba dan saat hujan datang di kotaku, aku tidak ingin apa- apa kecuali dipeluk rindu, rindu yang luar biasa namun kau enyahkan. aku lantas bergelung dalam kenyamanan yang kucipta sendiri. mengingatmu, merindukanmu, menangisimu untuk terakhir kali. benar- benar untuk yang terakhir kali hingga kebosanan merajam seluruh ingatanku.

betapa bodohnya sungguh, kusia- siakan waktu setahun lebih untuk berjalan bersamamu, seseorang yang tak pernah mampu untuk setia.



December' 2012

No comments:

Post a Comment